Injil Matius 7 : 21, 24 – 27
Bukan setiap orang yang berseru
kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang
melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan
melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya
di atas batu.
|
||
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda
rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.
|
||
Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan
tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya
di atas pasir.
|
||
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin
melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah
kerusakannya."
|
Refleksi:
Dua orang bersaudara, beragama Katolik dan keduanya juga
mempunyai jabatan penting di dalam gereja dan juga di masyarakat. Boleh dikatakan
bahwa kedua orang bersaudara ini sukses secara rohani dan jasmani. Tetapi apa
yang terjadi dalam kenyataan praktek hidup berkeluarga? Mereka sering
berselisih faham sampai berurusan dengan RT, RW dan juga pihak keamanan.
Kutipan Injil Matius di atas, menegaskan sikap
Yesus terhadap pernyataan beriman dan praktek konkret dalam hidup
sehari-hari. Bukan jabatan gerejawi yang akan menyelamatkan, atau bukan
pernyataan sebagai orang Katolik yang ditampakkan dalam hidup menggereja
saja, tetapi juga harus dipraktekkan di dalam hidup sehari-hari. Dan praktek
hidup sebagai pengikut Kristus tidak cukup dengan rajin berdoa saja melainkan
juga mewujud di dalam sikap hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Sebab bagi Yesus, bila hanya ada satu hal yang lebih
diprioritaskan dan mengabaikan yang lain, itu ibarat mendirikan rumah
permanen di atas pasir. Rumah itu akan mudah goyah dan hancur. Tetapi bila
beriman Katolik yang sungguh dihayati dan dilaksanakan secara konsekuen dalam
hidup berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat, itu hidup yang sungguh
kokoh, ibarat mendirikan rumah di atas dasar batu. Badai, hujan deras dan
banjir tidak akan mempengaruhinya.
Marilah kita meletakkan iman pada dasar yang kuat, yaitu
pada Allah melalui Yesus Kristus dan mewujudkannya di dalam hidup mengereja
dan memasyarakat. Iman kita adalah iman yang membawa damai, bukan iman yang
goyah dan mudah hancur oleh egoisme dan kesalahpamanan yang berdampak pada
kehancuran.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar